Awalnya,
candi Borobudur masih menjadi suatu misteri. Hingga pada 1814, atas informasi
dari masyarakat setempat, seorang peneliti berkebangsaan Inggris Thomas
Stamford Raffles, melakukan penggalian berdasarkan informasi tersebut di daerah
Magelang, Jawa Tengah.
Kemudian ia menuliskan laporan temuannya itu pada
bukunya The History of Java tahun 1817.
Beberapa studi menunjukkan
candi Borobudur didirikan pada zaman Mataram Kuno (dinasti Sailendra) abad
ke-9. Nama Borobudur itu sendiri disebut-sebut dalam kitab Negarakertagama
zaman kerajaan Majapahit dengan kata “Budur” atau tempat pemujaan. Disebutkan
pula, tempat tersebut dibebaskan dari pajak karena sebagai tempat pemujaan yang
suci.
Namun, pertanyaan mengapa
candi Budha terbesar di dunia ini ditinggalkan belum diketahui jawabannya
dengan pasti. Ada dugaan karena bencana letusan gunung Merapi.
Setelah ditemukan kembali,
candi Borobudur mengalami beberapa kali restorasi. Belanda melakukan pemugaran
pada 1907-1911, dilanjutkan pemerintah Indonesia dan UNESCO pada 1973-1983.
Dunia pun kemudian mengakuinya sebagai Situs Warisan Dunia pada 1991. Pengakuan
ini menjadi bukti tinggi dan agungnya peradaban nenek moyang bangsa Indonesia.
Tahun 2014, tepat 200 tahun
kemudian, candi Borobudur masih berdiri dengan kokoh dan megah. Direktur Cagar
Budaya dan Permuseuman, Harry Widianto, menilai momen ini sebagai masa yang
panjang dalam perjalanan candi Borobudur, yang dihiasi dengan lebih dari 2600
relief dan 500an patung Budha, sebagai bukti adiluhung karya bangsa bernilai
filosofi tinggi. “Kita perlu merenungkan kembali apa yang harus kita lakukan pada
Borobudur ke depannya agar cagar budaya tersebut bisa selalu lestari dan
bermanfaat bagi umat manusia, khususnya bagi bangsa Indonesia,” ujar Harry yang
juga sebagai ahli paleoanthropologi ini.
Arti penting peristiwa 200
tahun silam adalah terungkapnya suatu peradaban tinggi hingga Borobudur dikenal
dunia pada saat ini. Oleh karena itu, Harry berharap, hendaknya kita
mengevaluasi diri bagaimana candi ini bisa bermanfaat tidak hanya sekedar objek
wisata, tetapi juga bermanfaat bagi pembangunan kebudayaan, karakter bangsa,
dan harga diri bangsa.
Sementara itu Kepala Balai
Konservasi Borobudur, Marsis Sutopo, menyampaikan momentum peringatan 200 tahun
ditemukannya candi Borobudur diperingati dengan menyelenggarakan rangkaian
kegiatan, seperti seminar “Memaknai Kembali Candi Borobudur”, gelar wicara,
peluncuran buku “Trilogi 100 Tahun Pascapemugaran Candi Borobudur”, perlombaan
menggambar dan melukis bagi TK/SD, perlombaan cerdas cermat tingkat SMP,
perlombaan fotografi untuk SMA dan umum, pameran, pagelaran seni dan pasar
rakyat yang diikuti masyarakat sekitar.
“Semua kegiatan
dilaksanakan agar masyarakat bisa secara langsung merasakan manfaat dari Candi
Borobudur,” ujar Marsis melalui komunikasi telepon, jumat (29/08/2014).
Sumber: Kemdikbud
0 komentar:
Posting Komentar